Wednesday, January 13, 2021

Mendarah


 

Dalam diam ia menutup indranya. Menulikan pendengaran, membutakan penglihatan, membisukan suara. Bibirnya bergetar dengan kedua bagian yang memaksa terkunci.


“Makanya, kerja yang bener, Mba! Kalo nggak becus, coba training lagi. Jelasin aja kok muter-muter!”


“Mohon maaf atas ketidaknyamanannya ya, Kak. Tidak ada maksud kami untuk mempersulit kendala ini. Namun memang dibutuhkan beberapa bukti untuk menindaklanjuti kendala ini ya, Kak,” balasnya pelan. Menarik napas pelan-pelan.


“Terserah!”


Panggilan berakhir. Gadis itu mengelus dadanya pelan.


Kuat, ya. Kan setegar karang.” 


Kakinya lincah membawanya keluar. Mencari udara segar guna meredam panas dalam hatinya. 


Langkahnya berhenti sebelum final keluar dari ruangan. Matanya memicing, memastikan apa yang tertangkap oleh indranya.


Benar. Seorang pria yang paling ia kenal tengah bersenda-gurau dan tersenyum lepas dengan seorang perempuan— yang juga ia tahu, ada perasaan lain.


Dia memeluk kedua kakinya erat-erat. Menenggelamkan wajahnya dalam-dalam. Ia berteriak kuat. Tangisnya ikut pecah. Ingatan demi ingatan memaksa terputar. Bagian paling menyebalkan terus-menerus berlarian di kepala. Menjadi-jadi tangisnya.


Gadis itu menarik napasnya perlahan. Memaksa tangisnya berhenti lebih cepat. Pelan-pelan, ia mengatur debar dadanya yang tidak karuan.


Sebuah foto berukuran polaroid ditariknya keluar dari bawah bantalnya. Dia tersenyum kecil— meski air matanya menghiasi pipi.


“Hari ini, ada beberapa komplain yang cukup nyakitin hati aku. Tapi, gapapa. Kan, aku ini si ratu sejagat. Kamu ingat?” Dia mulai bermonolog. “Oiya, kalau aku terus doain kamu, boleh 'kan?” tanyanya.  “Biar perasaan ini, aku dan Tuhan yang tau. Soal perasaan kamu, biar jadi rahasia Sang Pemilik Semesta.” Gadis itu mengusap pelan wajah seseorang yang mengisi potret. “Makasih, ya, udah ada di dunia.”


Dialah pria yang sama.