Tanganku lincah mengaduk teh supaya gula cepat larut di dalamnya. Aku tersenyum setelah melirik gula itu meluruh dan mulai menyatu bersama teh. Kepulan asapnya membawa wangi khas dari teh tersebut.
Kududuk di sofa depan, mencari posisi paling nyaman, kemudian menyeruput teh itu pelan-pelan. Hangat menjalar dari tenggorokan sampai ke dalam perutku. Nyeri yang sejak tadi menganggu perutku perlahan menghilang. Kembali kuletakkan cangkir berisi teh ke atas meja di depanku. Duduk menyandar sambil mengelus perut pelan.
“Di minum teh nya,” Baskara datang dengan teh hangat dan kopi hitam di tangannya. Pelan-pelan dia meletakkan keduanya di meja. Ikut duduk di sampingku dan memerhatikanku sebentar. “Sakit perutnya, ya?”
Aku mengangguk pelan. “Namanya juga hari pertama. Biasa banget aku begini.” Balasku masih sambil mengusap perut.
Dia meraih cangkir teh untukku. “Ini diminum dulu makanya. Biar hangat perutnya.”
Kusambut cangkir teh yang ia berikan. Meneguk pelan-pelan hingga tersisa setengah. Perutku menghangat, sakitnya menghilang.
Sedang Baskara beralih mengambil cangkir kopi miliknya. Meniup kepulan asap dan menyeruput perlahan. Kemudian, dikembalikan cangkir tersebut ke atas meja dengan isian masih sangat penuh. Pun kepulan yang masih berkeliaran di atas cangkir tersebut.
“Enakan perutnya?”
Aku mengangguk lagi ditambah tersenyum. “Makasih, ya.”
Dia mengangguk dan membalas senyum. Kembali meraih kopi untuk menyeruput sekali lagi. Kutatap dia dari sisi kiri, pria itu masih sama seperti pertama kali aku mengenalnya, menyenangkan.
Kubetulkan posisi dudukku, lebih tegap dari sebelumnya. Kembali meneguk teh sampai habis nggak tersisa. Perutku kembali hangat.
Aku menoleh ke samping, pria yang tengah menyeruput kopi hitam itu menghilang dari sana. Tapi, aku tetap tersenyum. Perasaanku hangat.
Sejak tadi, Baskara memang nggak berada di sana. Dia hanya ada di dalam pikiranku dan belum ke mana-mana.
“Diminum air hangatnya, biar enakan perutnya ya,” balasan pesan darinya.
Aku tersenyum. Perilakunya masih sama. Hanya hadirnya yang belum kembali nyata.
Kubalas, “Iya, ini lagi diminum tehnya.”
—Puan, Juni 2020.
