Belakangan ini, seringkali kudengar kalimat;
“Seharusnya kamu begini—”
“Seharusnya kamu nggak begitu—”
“Kalau saya jadi kamu—”
dan masih banyak lagi.
Ini, perihal; persepsi atau penerimaan.
Aku adalah manusia dan makhluk sosial. Seorang yang tidak bisa menilai diri sendiri. Sebab, yang menilai orang lain. Tapi, bukan berarti tiap-tiap penilaian itu membuat hari-hari menjadi rusak. Penilaian yang terkesan mengecam dan membanding-bandingkan. Kupikir, itu bukan bagian dari menilai orang. Lebih-lebih, menilai dari fisiknya saja.
Kata orang, aku adalah pribadi yang ramai. Dan, ya, kuakui adalah benar. Aku senang bercanda dan tertawa. Terlalu serius bukanlah aku. Aku senang berada dalam lingkup yang mudah diajak bercanda.
Namun, jauh dari itu, aku tidak bisa membuat lingkungan menerima pribadiku seutuhnya yang seperti ini. Pribadi yang konyol. Aku tidak bisa mengarahkan persepsi mereka perihal guyonanku yang ramai ini. Aku tidak bisa memaksa mereka untuk paham dengan caraku berteman.
Dan, ya, karna itulah aku resah.
Karna belakangan ini, pribadiku dianggap tidak becus melakukan ini itu. Semua serba salah. Ah, aku ini memang tidak becus atau memang mereka yang menilai seenaknya? Memakan persepsi buta yang tidak benar adanya.
Namun, setelah dipikir, tidak ada gunanya memberitahu mereka bahwa sebenarnya apa yang telah mereka tahu perihal diriku tidaklah benar. Tidak ada gunanya pula berpusing-pusing ria mencari cara supaya mereka percaya, menerimaku seutuhnya, dan persepsinya terarah.
Untuk apa?
Bukankah, kalian semua tahu, kalau bumi dan langit itu berbeda? Namun, kenapa masih ingin menyamakannya pula?
“Seharusnya kamu begini—”
“Seharusnya kamu nggak begitu—”
“Kalau saya jadi kamu—”
dan masih banyak lagi.
Ini, perihal; persepsi atau penerimaan.
Aku adalah manusia dan makhluk sosial. Seorang yang tidak bisa menilai diri sendiri. Sebab, yang menilai orang lain. Tapi, bukan berarti tiap-tiap penilaian itu membuat hari-hari menjadi rusak. Penilaian yang terkesan mengecam dan membanding-bandingkan. Kupikir, itu bukan bagian dari menilai orang. Lebih-lebih, menilai dari fisiknya saja.
Kata orang, aku adalah pribadi yang ramai. Dan, ya, kuakui adalah benar. Aku senang bercanda dan tertawa. Terlalu serius bukanlah aku. Aku senang berada dalam lingkup yang mudah diajak bercanda.
Namun, jauh dari itu, aku tidak bisa membuat lingkungan menerima pribadiku seutuhnya yang seperti ini. Pribadi yang konyol. Aku tidak bisa mengarahkan persepsi mereka perihal guyonanku yang ramai ini. Aku tidak bisa memaksa mereka untuk paham dengan caraku berteman.
Dan, ya, karna itulah aku resah.
Karna belakangan ini, pribadiku dianggap tidak becus melakukan ini itu. Semua serba salah. Ah, aku ini memang tidak becus atau memang mereka yang menilai seenaknya? Memakan persepsi buta yang tidak benar adanya.
Namun, setelah dipikir, tidak ada gunanya memberitahu mereka bahwa sebenarnya apa yang telah mereka tahu perihal diriku tidaklah benar. Tidak ada gunanya pula berpusing-pusing ria mencari cara supaya mereka percaya, menerimaku seutuhnya, dan persepsinya terarah.
Untuk apa?
Bukankah, kalian semua tahu, kalau bumi dan langit itu berbeda? Namun, kenapa masih ingin menyamakannya pula?
Tertanda,
Puan.