Saturday, July 8, 2017

Pematah Luar Biasa.



Bogor, 8 Juli 2017
Puanmu

Aku jatuh hati, padamu. Aku memilihmu, untuk memiliki hatiku. Walaupun aku tau, bukanlah aku pemilik hatimu— pada akhirnya.

Kau tau? Aku benci pada perasaan ini. Aku muak. Ingin rasanya pergi jauh-jauh membuang rasa yang kian mati. Tapi lagi-lagi hati ini memilih bertahan dan kembali.

Aku benci merindukanmu. Aku benci mencintaimu. Laki-laki yang bukan milikku. Laki-laki yang tidak pernah menginginkan adanya aku. Laki-laki yang tidak akan pernah mencintaiku.

Aku ingin berhenti, dan pergi sejauh-jauhnya. Kurasa, kau tau akan hal ini. Dan setiap kali rasa ini ingin berhenti, lagi-lagi kau kembali dengan sejuta harapan yang kukira pasti. Dan tentu saja kau tau, hati ini meluluh dan mau-maunya kembali padamu.

Saat pengharapan itu penuh tertuju padamu, dengan begitu mudahnya kau kembali pergi. Saat aku kembali menginginkanmu, dengan begitu mudahnya kau menjatuhkan rasa itu berkeping-keping.

Aku tidak mengerti apa maumu. Kalaupun seandainya, kau memang benar-benar tidak menginginkanku, mengapa terus-menerus memberi harapan palsu?

Kau kembali saat aku berhasil pergi. Dan kau kembali berlari, saat kau berhasil membuat hatiku terikat dengan hatimu.

Tolonglah, aku ingin berdamai dengan perasaanku. Aku ingin berdamai dengan hatiku tentangmu. Aku ingin menghapus semua bayangmu, harapan-harapan darimu, rasa-rasa palsu darimu.

Aku ingin bersikap realistis bahwa kau hanya membutuhkanku, saat dia tidak lagi disampingmu. Lalu kau kembali meninggalkanku, saat dia ingin kembali padamu.

Kau tau hati ini begitu mudah terjatuh padamu. Kau tau hati ini begitu mudah terhipnotis bayang-bayang harapanmu. Kumohon, bila memang bukan aku yang selalu kau mau; jangan datang lagi, jangan kembali lagi.

Entahlah, aku yang memang bodoh atau memang mudah di bodoh-bodohi. Hanya saja, rasa ini selalu menghentakkan kaki bila logika meminta untuk pergi dan tidak ingin kembali.

Padahal sudah berkali-kali ku peringati hati ini, bahwa kau tidak akan mungkin mencintaiku kembali. Sudah berkali-kali ku peringati rasa ini, bahwa kau menginginkan rasa ini kian mati.

Kaulah pemilik hati yang tidak pernah bisa kubenci.
Semuak apapun rasa berdegup didada, kaulah penanam bahagia— walau bersama luka.

Aku tau, bukanlah aku yang ingin kau tuju atau kau temu,
maka pergilah.

Sudah cukup kepatahan yang kurasa, hingga ingin binasa.

Kau tau?
Pernah kukira kaulah pematah kata bahwa, “semua laki-laki itu sama.”
Ternyata, kaulah pematah hati luar biasa.



Tertanda,
Puan.