Thursday, April 30, 2015

Sebatas Teman.

Bogor, 30 April 2015
Puanmu


i.
Boleh aku minta, untuk kita tetap ada? Aku ingin tetap bersamamu. Boleh, ya?


ii.
Kupikir, tanpa statuspun, kita akan tetap bahagia. Sebab, bahagia itu dari apa yang kita lakukan. Bukan dari apa yang kita ucap.


iii.
Berteman saja, cukup. Aku belum bisa memberimu lebih.


Awal kalimat; ingin membuatku percaya.
Namun tetap pada akhirnya, kamu membuatku kecewa.

Kita hanya teman.
Tidak lebih.
Tidak mengedepankan rasa.

—katamu.

Friday, January 30, 2015

Perihal Mengedepankan Perasaan

Bogor, 30 Januari 2015
Puanmu


Terbawa perasaan, orang bilang. Aku salah satunya, puan yang mudah terbawa perasan. Berlebihan? Sebut saja begitu. Sebab, aku lebih mengedepankan perasaan daripada pemikiran.

“Dia nggak bisa ngerti aku. Setiap hari bisanya marah terus. Padahal, dia kesel ke orang lain. Tapi, aku yang kena marah,” kataku, bercerita tentang kekasihku yang menyebalkan itu.

“Mungkin, dia pusing. Jadinya, marah ke semua orang termasuk kamu,” timpalnya. Seorang lelaki yang beberapa hari terakhir ini kukenal lewat sosial media. Rafi, namanya.

Ini bukan pertama kalinya, aku berbagi cerita kepadanya. Dan baiknya, dia selalu mau mendengarkanku. Memberi saran yang sekiranya dapat mendewasakanku.

Dia tampan.

“Aku putus. Nggak kuat.”

“Kalo emang itu yang terbaik untuk kamu, jalanin aja. Tenang, ada aku.”

Setelah hari-hari kesendirian itu datang, Rafi selalu hadir untuk menemaniku. Memberi tawa, memberi warna. Menyenangkan. Bahkan, aku seperti perempuan yang baru kenal arti bahagia. Dia bisa memberikan apa yang tidak pernah aku pikirkan. Itu ajaib, menurutku.

“Aku boleh tanya sesuatu?”

“Apa?” tanyanya.

“Sampe kapan kita kayak gini?”

“Kayak gini gimana?”

“Temenan.”

“Loh, emang kita cuma temen, 'kan?”

Aku diam, tidak bertanya lagi setelahnya.

Satu hal yang harus kamu dan kalian tahu; setiap malam, Rafi mengajakku untuk bertelepon sampai ketiduran. Paginya, dia tidak lupa memberi ucapan hangat meski sekadar lewat pesan.

Setiap hari dan selalu begitu.

Aku memiliki perasaan lebih setelah diperlakukan seperti itu? Oh, kujawab tentu.

Aku juga tidak lupa, beberapa kali, pria itu memberi kecupan hangat di dahiku setelah pertemuan malam. Sebut saja, dinner.

“Kamu baper, ya?”

Aku tersenyum miring mendengarnya. Perlu pertanyaan itu kujawab setelah perlakuanmu selama ini, hm?

Setelah hari itu— malam itu lebih tepatnya. Rafi tidak pernah lagi menghubungiku. Membalas pesan singkatku pun tidak. Muncul di sosial media juga tidak.

Ada apa? Aku yang salah, atau memang begini cara kerjanya?

Aku tidak tahu. Sebab, sampai sekarang kita tidak pernah lagi bertemu.

Kalaupun nanti aku bertemu dengannya, ingin kuucap selamat.

Selamat, atas kepatahan hati yang telah kamu buat.


Tertanda,
Puan.

Monday, January 19, 2015

Demi kamu.

Saat ada sesuatu yang membuat kita ingin pecah. Aku selalu berusaha untuk tetap pertahankan kamu. Saat ada sesuatu yang akan masuk dan akan menghancurkan perasaan diantara kita, aku pasti selalu ingin menjadi nomor satu yang selalu melindungimu. Tapi.. apa kamu tau itu? Jangankan tau, merasakan semua itupun kurasa tidak.
Taukah kamu bagaimana rasanya disaat aku sedang berjuang mati-matian untukmu, untuk kita; agar kita tetap satu namun kau fitnah aku, kau salahkan aku, kau anggap aku munafik, kau anggap aku sama dengannya, lalu kau pojokkan diriku? Teramat sakit. Terlalu sakit. Sekarang begini, untuk apa aku selalu perjuangkan dan pertahankan kamu jikalau aku ingin menghianatimu? Ingin menghianati kita? Aku tak sebodoh itu. Aku rela mengorbankan hatiku, perasaanku, fisikku untukmu. Apakah itu kurang cukup untuk pembuktiannya? Apalagi yang harus ku buktikan? Aku melakukan semua itu karnamu. Untukmu. Demi kamu! Tapi mengapa kau takpernah mengerti ataupun merasakan?

Satu yang harus kau tau, dan kau pahami. Aku, akan selalu perjuangkan kita dan pertahankan kita. Untuk kamu. Demi kamu. Aku akan lebih memilih kamu dibanding dia yang tidak pernah ada artinya dimataku.
Jikalau tuhan memberi pilihan, hidup tanpa berjuang dengannya atau mati  berjuang karnamu; aku akan memilih mati. Walaupun disaat itu adalah waktu terkahirku untuk bersamamu, yang terpenting; aku telah berusaha sebaik mungkin untuk berjuang dan pertahankanmu walaupun disaat itu juga aku yang harus pergi.

Sorry, if I dnt be make that perfect for you. Makasih untuk apapun yang udah kamu kasih. Aku sayang kamu, aku sayang kita. Aku sayang kamu, sahabatku.. ♥:)